Motto

"MEMBACA UNTUK MENULIS, MENULIS UNTUK DIBACA"

Jumat, 29 Juni 2012


METODE PENELITIAN HUKUM



oleh:
Mushlih Candrakusuma


PENDAHULUAN
Kegiatan penelitian merupakan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil-hasil yang dicapai dan berguna bagi kehidupan manusia dimulai dari kegiatan penelitian bahkan menjadi tradisi yang berlaku dalam pergaulan masyarakat ilmiah. Pengetahuan dan teknologi diperoleh saat ini dipastikan melalui kegiatan penelitian termasuk ilmu-ilmu sosial yang di dalamnya termasuk ilmu hukum.
Penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai syarat dalam penelitian. Metode dilaksanakan pada setiap kegiatan penelitian didasarkan pada cakupan ilmu pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. Meskipun masing-masing terdapat karakteristik metode yang digunakan pada setiap kegiatan penelitian, akan tetapi terdapat prinsip-prinsip umum yang harus difahami oleh semua peneliti seperti pemahaman yang sama terhadap validitas dari hasil capaian termasuk penerapan prinsip-prinsip kejujuran ilmiah.
Ilmu hukum sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial dalam berkembangannya tidak terlepas dari kegiatan penelitian. Dalam Penelitian hukum, calon peneliti terlebih dahulu harus mampu menentukan kerangka konsepsional dan kerangka teoretis. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, dan di dalam landasan / kerangka teoretis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem ajaran.
Penelitian hukum dikelompokkan dalam dua bagian yaitu penelitian normatif dan penelitian yang menelusuri kenyataan hukum di tengah masyarakat. Sasaran Penelitian hukum normatif diarahkan untuk menganalisis hubungan-hubungan hukum antar satu peraturan dengan peraturan lainnya, tingkat sinkronisasi hukum baik vertikal maupun horisontal termasuk penelusuran asas-asas hukum. Pada penelitian yang menelusuri kenyataan hukum di tengah masyarakat (yuridis empiris) objeknya adalah penegakan hukum, hukum yang hidup dalam masyarakat.
Pada penelitian hukum, tidak semua masalah-masalah kemasyarakatan dapat dijadikan masalah dalam penelitian. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian hanya peristiwa-peristiwa hukum yang masuk kategori dan bukan peristiwa sosial yang tidak mengancam terlindungi tidaknya kepentingan manusia. Calon peneliti tidak akan mampu mengidentifikasi permasalahan bila tidak dapat membedakan peristiwa hukum atau bukan, atau tidak mampu mengindentifikasi masalah sosial yang berdampak pada terancamnya kepentingan manusia.



PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Hukum
Penelitian berarti pencarian kembali. Pencarian yang dimaksud adalah pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah) yang hasilnya akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu yang bernilai edukatif. Dengan kata lain penelitian merupakan suatu aktivitas ilmiah yang direncanakan dan dilakukan secara sistematik, logis, rasional dan terarah untuk menjawab rasa ingin tahu berdasarkan data yang dikumpulkan secara metodologi.
Sedangkan hukum adalah institusi nasional yang riil dan fungsional didalam system kehidupan bermasyarakat baik dalam proses pemulihan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam proses-proses pengarahan dan pembentukan pola prilaku yang baik. Jadi, penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan dasar pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Untuk kemudian diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut dan mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.
Ilmu hukum sebagai bagian dari ilmu-ilmu social dalam perkembangannya tidak terlepas dari kegiatan penelitian. Dalam penelitian hukum calon peneliti terlebih dahulu harus mampu menentukan kerangka konsepsional dan kerangka teoritis. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan digunakan sebagai dasar penelitian hukum dan di dalam landasan atau kerangka teoritis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu system ajaran.
Penelitian hukum dapat dibedakan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hokum empiris / sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yg dikonsepsikan sebagai norma atau kaidah yg berlaku di dalam masyarakat. Penelitian hukum normatif tidak mengkaji pelaksanaan implementasi hokum, tetapi penelitian hukum normatif hanya menelaah data sekunder. Sedangkan penelitian hukum empiris mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata dan gejala sosial yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu penelitian hukum empiris disebut juga dengan penelitian hukum sosiologis. Penelitian ini menggali pola perilaku yang hidup dalam masyarakat sebagai gejala yuridis.
B. Tujuan Penelitian Hukum
1. Tujuan Umum:
- Mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum sehingga dapat merumuskan masalah.
- Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu gejala hukum, sehingga dapat merumuskan hipotesa.
- Menggambarkan secara lengkap aspek-aspek hukum (keadaan, perilaku pribadi, perilaku kelompok).
- Mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa hukum.
- Mendapatkan data mengenai hubungan antara suatu gejala hukum dan gejala lain (yang biasanya berlandas hipotesa).
- Menguji hipotesa yang berisikan hubungan sebab-akibat (harus didasarkan pada hipotesa).
2. Tujuan Khusus
- Mendapatkan asas-asas hukum.
- Sistematika dari perangkat kaidah-kaidah hukum, yang terhimpun di dalam suatu kodifikasi atau peraturan perundang-undangan tertentu.
- Taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal dari peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
- Perbandingan hukum, terutama difokuskan pada perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam aneka macam sistem hukum.
- Sejarah hukum yang menitik beratkan pada perkembangan hukum.
- Identifikasi terhadap hukum tidak tertulis dan kebiasaan.
- Efektivitas hukum tertulis maupun hukum kebiasaan.
C. Langkah-Langkah Dalam Penelitian Hukum
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian hukum baik normatif maupun sosiologis antara lain:
1. Perumusan judul penelitian.
2. Perumusan pengantar permasalahan.
3. Perumusan masalah.
4. Penegasan maksud dan tujuan.
5. Penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentatif.
6. Penyusunan kerangka konseptual dan definisi-definisi operasional.
7. Perumusan hipotesa.
8. Pemilihan / penetapan metodologi.
9. Penyajian hasil-hasil penelitian.
10. Analisa data yang telah dihimpun.
11. Perumusan kesimpulan.
12. Perumusan saran-saran.
Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa langkah-langkah tersebut mungkin mengalami perbedaan pada penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum sosiologis empiris. Pada penelitian hukum normatif yang sepenuhnya menggunakan data sekunder, maka penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentatif dapat ditinggalkan. Akan tetapi penyusunan kerangka konseptual mutlak diperlukan.
Pada penelitian hukum normatif, tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesa. Mungkin suatu hipotesa kerja diperlukan, yang biasanya mencangkup masalah sistematika kerja dalam proses penelitian. Di dalam penelitian hukum sosiologis atau empiris pun tidak selalu diperlukan hipotesa, kecuali apabila penelitian bersifat eksplanatoris. Pada penelitian yang non-eksplanatoris, kadang-kadang juga diperlukan hipotesa. Misalnya apabila penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan korelasi antara beberapa gejala yang ditelaah.
D. Penelitian Hukum Normatif
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Oleh karena itu penelitian hukum normatif memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Sumber datanya hanyalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:
- Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.
- Peraturan Dasar, yaitu batang tubuh UUD 1945 dan ketetapan-ketetapan MPR.
- Peraturan Perundang-undangan
- Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat
- Yurisprudensi
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia.
b. Penelitian hukum normatif sepenuhnya menggunakan data sekunder. Penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentatif dapat ditinggalkan, tetapi penyusunan konseptual mutlak diperlukan.
c. Dalam penelitian hukum normatif tidak diperlukan hipotesis,kalaupun ada hanya hipotesis kerja.
d. Konsekwensi dari menggunakan data sekunder, maka pada penelitian hukum normatif tidak diperlukan sampling, karena data sekunder memiliki bobot dan kualitas tersendiri yang tidak bisa digantikan dengan data jenis lainnya.
Dari perspektif tujuannya, penelitian hukum normatif dapat dibagi 7 (tujuh) jenis, sebagai berikut:
1. Penelitian Inventarisasi Hukum
Inventarisasi hukum positif merupakan kegiatan pendahuluan yang sangat mendasar untuk melakukan penelitian hukum dari tipe-tipe yang lain. Sebelum menemukan norma hukum in-concreto atau diketemukan teori-teori tentang proses kehidupan hukum, haruslah diketahui lebih dahulu apa saja yang termasuk hukum positif yang sedang berlaku.
Kegiatan menginventarisasi hokum positif adalah proses identifikasi yang kritis-analitis serta logis-sistematis. Menginventarisasi hokum positif biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan salah satu tahap dari serangkaian proses penelitian yang menyeluruh. Walaupun bersifat penelitian pendahuluan, akan tetapi bernilai penting bagi penelitian hukum yang lain.
Ada tiga kegiatan pokok dalam kegiatan menginventarisasi hukum:
a. Penetapan kriteria identifikasi untuk mengadakan seleksi norma-norma mana yang harus dimasukan sebagai norma hukum dan bukan norma hukum.
b. Mengoleksi norma-norma yang telah diidentifikasi sebagai norma hukum.
c. Melakukan pengorganisasian norma-norma yang telah dididentifikasi ke dalam suatu sistem yang komprehensif.
Dalam mengidentifikasi norma hukum, ada tiga konsepsi poko yang harus diperhatikan. Pertama, konsepsi legistis-positivistis, yang mengemukakan bahwa hukum itu identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang. konsepsi kedua, lebih menekankan pada arti pentingnya norma-norma hukum tidak tertulis untuk ikut serta dimasukan sebagai hukum. Konsepsi kedua ini mengkonstruksikan hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri. Konsepsi ketiga, mengidentikan hukum dengan keputusan hakim dan keputusan kepala adat.
2. Penelitian Asas-asas Hukum
Asas-asas hukum menurut scholten, merupakan kecenderungan-kecenderungan dalam memberikan suatu penilaian susila terhadap hukum, artinya memberikan penilaian yang bersifat etis. Penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap norma-norma hukum yang merupakan patokan-patokan untuk bertingkah laku atau melakukan suatu perbuatan. Asas-asas hukum itu dipertanyakan dari manakah asas hukum tersebut ditarik atau berasal dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya.
Di dalam penelitian hukum ini, peneliti bekerja secara analitis-induktif. Prosesnya bertolak dari premise-premise yang berupa norma-norma hukum positif yang diketahui, dan berakhir pada penemuan asas-asas hukum atau doktrin. Dalam kaidah-kaidah hukum Islam, penelitian tentang asas-asas hukum dapat diketemukan dalam qawa’id fiqhiyah. Kaidah-kaidah tersebut merupakan kumpulan asas-asas dan doktrin-doktrin hukum yang disimpulkan secara induktif dari berbagai detail fiqih.
3. Penelitian Hukum Klinis
Penelitian jenis ini berusaha untuk menemukan apakah hukumnya bagi suatu perkara in-concreto. Seperti halnya pada penelitian untuk menemukan asas-asas hukum (doktrinal), penelitian untuk menemukan hukum in-concreto bagi suatu perkara tertentu juga mensyaratkan adanya inventarisasi hukum positif in-abstracto. Dalam penelitian hukum ini, norma hukum in-abstracto dipergunakan sebagai premise mayor, sedangkan fakta-fakta yang relevan dengan perkara dipergunakan sebagai premise minor. Melalui proses silogisme akan diperoleh kesimpulan hukum positif in-concreto yang dicari.
Oleh karena itu, penelitian jenis ini disebut penelitian hukum klinis (clinical legal research), yaitu diawali dengan mendiskripsikan legal facts, kemudian mencari pemecahan melalui analisis yang kritis terhadap norma-norma hukum positif yang ada, dan selanjutnya menemukan hukum in-concreto untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu. Dalam hukum Islam, model penelitian hukum klinis ini sama seperti apa yang telah dilakukan Asy-Syatibi yang menegaskan bahwa penalaran hukum itu berpangkal tolak pada dua premise. Premise yang pertama berangkat dari tahqiq al-manat, sedang yang kedua berpangkal dari kaidah-kaidah dan asas hukum itu sendiri.
4. Penelitian terhadap Sistematika Hukum
Untuk mengkaji sistematika suatu peraturan perundang-undangan, yang diteliti adalah pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang akan diteliti. Pengertian-pengertian dasar tersebut adalah: peristiwa hukum, akibat hukum, hubungan hukum, subjek hukum, objek hukum serta hak dan kewajiban.
Dalam usaha mengkaji sistematika peraturan perundang-undangan, ada 4 (empat) prinsip penalaran yang perlu diperhatikan:
a. Derogasi, menolak suatu aturan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
b. Nonkontradiksi, tidak boleh menyatakan ada tidaknya suatu kewajiban dikaitkan dengan suatu situasi yang sama.
c. Subsumsi, adanya hubungan logis antara dua aturan dalam hubungan aturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah.
d. Eksklusi, tiap sistem hukum diidentifikasikan oleh sejumlah peraturan perundang-undangan.
5. Penelitian terhadap Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal
Sinkronisasi peraturan perundangan dapat ditelaah secara vertikal maupun secara horisontal. Apabila sinkronisasi peraturan perundangan itu ditelaah secara vertikal, berarti akan dilihat bagaimana hierarkinya. Jika sinkronisasi peraturan perundangan hendak ditelaah secara horisontal, yang diteliti adalah sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten.
Penelitian ini di samping mendapatkan data yang lengkap dan menyeluruh mengenai perundang-undangan bidang tertentu, juga dapat mengungkapkan kelemahan-kelemahan yang ada pada perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang tertentu. Dengan demikian peneliti dapat membuat rekomendasi agar perundang-undangan tersebut dilakukan amandemen. Taraf sinkronisasi peraturan hukum, dalam ushul fiqih bentuk penelitian semacam ini dibahas dalam ta’arud al-adilah, yang membahas tentang pembatalan hukum yang terdahulu dengan yang datang kemudian (nasakh), pengkompromian (al jama’), dan penguatan sebagian dalil terhadap yang lain (tarjih).
6. Penelitian Perbandingan Hukum
Setiap kegiatan ilmiah lazimnya menerapkan metode perbandingan, karena sejak semula ilmuan harus dapat mengadakan identifikasi terhadap masalah-masalah yang akan ditelitinya. Menetapkan satu atau beberapa masalah berarti telah menerapkan metode perbandingan.
Dalam penelitian perbandingan hukum, acapkali yang diperbandingkan adalah sistem hukum masyarakat yang satu dengan sistem hukum masyarakat yang lain, sistem hukum negara yang satu dengan sistem negara lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan masing-masing sistem yang diteliti.
7. Penelitian Sejarah Hukum
Seperti halnya peneltian perbandingan hukum, maka penelitian sejarah hukum merupakan suatu metode. Sebagai suatu metode, maka sejarah hukum berusaha untuk mengadakan identifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan hukum. Penelitian sejarah hukum bermaksud untuk menjelaskan perkembangan dari bidang-bidang hukum yang diteliti. Dengan penelitian jenis ini akan terungkap ke permukaan mengenai fakta hukum masa silam dalam hubungannya dengan fakta hukum masa kini.
Penelitian sejarah hukum pada hakikatnya bersifat interdisipliner, karena menggunakan berbagai macam pendekatan sekaligus, seperti pendekatan sosiologis, antropologis dan positivistik.
E. Penelitian Hukum Sosiologis
Penelitian hukum sosiologis adalah penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. sedikit berbeda dengan penelitian normatif, dalam penelitian hukum sosiologis, penelitian hukum tidak dapat lagi menggunakan hanya dengan satu metode penelitian atau pendekatan saja. Penelitian hukum sosiologis membutuhkan kombinasi yang integral dalam pengambilan kesimpulan dari berbagai disiplin ilmu. Penelitian seperti ini biasa dikenal dengan penelitian multidisipliner atau penelitian interdisipliner atau penelitian transdisipliner.
Untuk dapat membedakan dengan penelitian hukum normatif, berikut akan diuraikan karakteristik yang dimiliki pada penelitian hukum sosiologis:
a. Sepertihalnya pada penelitian hukum normatif yang hanya menggunakan data sekunder, penelitian hukum sosiologis juga menggunakan data sekunder sebagai data awalnya yang kemudian dilanjutkan dengan data primer.
b. Definisi operasionalnya dapat diambil dari peraturan undang-undang, khususnya terhadap penelitian yang hendak meneliti efektifitas suatu undang-undang.
c. Hipotesis kadang-kadang diperlukan, misalnya penelitian yang ingin mencari korelasi antara berbagai gejala atau variabel.
d. Akibat dari jenis datanya prmer dan sekunder, maka alat pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan dan wawancara.
e. Penetapan sampling harus dilakukan, terutama jika hendak meneliti perilaku hukum warga masyarakat.
f. Pengolahan datanya dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Dari perspektif tujuannya, penelitian hukum sosiologis dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Penelitian Berlakunya Hukum
Berlakunya hukum dapat ditilik dari berbagai perspektif, seperti perspektif filosofis, yuridis (normatif) dan sosiologis. Perspektif filosofis yaitu berlakunya hukum jika sesuai dengan cita-cita hukum. Perspektif yuridis (normatif) yaitu berlakunya hukum jika sesuai dengan kaidah yang lebih tinggi, atau terbentuknya hukum sesuai dengan cara-cara yang ditetapkan. Sedangkan berlakunya hukum dari perspektif sosiologis menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekarto, intinya adalah efektifitas hukum.
Jika ada orang yang mengatakan bahwa suatu kaidah hukum (normatif) berhasil atau gagal mencapai tujuannya, biasanya diukur dari apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuan atau tidak. Pengaruh yang dihasilkan bisa positif maupun negatif. Pengaruh positif berlakunya suatu hukum disebut efektifitas sedangkan pengaruh negatif umumnya disebut dampak.
a. Penelitian Efektifitas Hukum
Penelitian hukum yang hendak menelaah efektifitas suatu peraturan perundang-undangan (berlakunya hukum) pada dasarnya merupakan penelitian perbandingan antara realita hukum dengan idealita hukum. Ideal hukum adalah kaidah hukum yang dirumuskan dalam undang-undang atau keputusan hakim (law in book). Dalam realita hukum orang seharusnya bertingkah laku atau bersikap sesuai dengan tata kaidah hukum. Atau dengan kata lain realita hukum adalah hukum dalam tindakan (law in action). Efektifitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan atau memaksa warga masyarakat untuk taat terhdap hukum. Efektifitas hukum berarti mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.
Apabila hendak meneliti efektifitas suatu undang-undang hendaknya tidak hanya menetapkan tujuan dari undang-undang saja, melainkan juga diperlukan sesuatu yang lain agar diperoleh hasil yang lebih baik. Agar terwujud perilaku yang sesuai dengan hukum, menurut Friedmen hal tersebut merupakan persoalan pilihan yang berhubungan dengan motif dan gagasan. Motif atau gagasan itu dibagi dalam empat kategori: kepentingan pribadi, sensitif terhadap sanksi, pengaruh sosial dan kepatuhan.
Kalau menurut Soerjono Soekanto, secara garis besar ada empat faktor seseorang berperilaku tertentu:
- Memperhitungkan untung rugi.
- Menjaga hubungan yang baik dengan sesama atau penguasa.
- Sesuai dengan hati nurani.
- Adanya tekanan-tekanan.
b. Penelitian Dampak Hukum
Dampak adalah perubahan atau benturan yang terjadi karena suatu kegiatan. Dampak hukum merupakan efek total (baik positif maupun negatif) dari penerapan suatu hukum. Dengan demikian, penelitian hukum jenis ini merupakan kegiatan untuk menelaah akibat-akibat dari berlakunya hukum. Berlakunya hukum dapat menimbulkan perubahan-perubahan, dan perubahan itu mengakibatkan keadaan tertentu dalam masyarakat.
Penelitian dampak hukum berbeda dengan penelitian efektifitas hukum. Dalam penelitian efektifitas hukum, masalah yang diteliti adalah apakah perilaku hukum masyarakat sesuai dengan ideal hukum. Sedangkan dalam penelitian dampak hukum, permasalahan utama yang diteliti adalah apa saja dampak dari berlakunya hukum terhadap kehidupan masyarakat baik bersifat positif maupun negatif.
Ada beberapa pertanyaan pokok yang harus dicari jawabannya dalam penelitian dampak hukum, antara lain:
- Hal-hal apa saja yang mengalami perubahan.
- Sejauhmana perubahan itu terjadi.
- Bagaimana kecepatan perubahan itu berlangsung.
- Kondisi-kondisi apa yang terdapat sebelum dan sesudah perubahan terjadi.
- Apa yang terjadi selama masa transisi.
- Faktor apa yang mendorong terjadinya perubahan.
- Dapatkah manusia menentukan arah dari perubahan tersebut.
2. Penelitian Identifikasi Hukum Tidak Tertulis
Meminjam istilah Cicero, “ada masyarakat ada hukum”, artinya betapapun sederhana masyarakat itu, hukum pasti dijumpai. Pernyataan seperti itu dapat ditemukan pula pada Selo Soemarjan misalnya, beliau membuat klasifikasi bentuk masyarakat atas dasar ciri-ciri struktur sosial dan budaya, dengan menggunakan hukum sebagai salah satu indikasinya.
Misalnya pada masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana, hukum berlaku tidak tertulis, tidak kompleks dan pokok-pokoknya diketahui dan dimengerti oleh semua anggota. Pada masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan madya, hukum tertulis mulai mendampingi hukum tidak tertulis. Dalam masyarakat yang berstruktur sosial dan kebudayaan pra-modern dan modern, hukum yang berlaku pada pokoknya adalah hukum tertulis yang amat kompleks. Oleh karena itu dalam mengidentifikasi hukum tidak tertulis dari suatu masyarakat tertentu, ciri-ciri masyarakat yang bersangkutan menjadi relevan untuk dipertimbangkan.
Di samping itu peneliti juga harus dapat memilah dan memilih mana kebiasaan yang tergolong hukum dan mana yang bukan hukum. Walaupun kebiasaan merupakan sumber hukum, tetapi tidak semua kebiasaan dapat dijadikan sumber hukum, hanya kebiasaan-kebiasaan yang memiliki kriteria tertentu saja yang dapat disebut hukum.



DAFTAR PUSTAKA
Ashshofa, Burhan. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Asikin, Zainal dan Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Hamidi. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press, 2004.
http://hukum.kompasiana.com/2012/03/12/metode-penelitian-hukum.
http://muliadinur.wordpress.com/category/metode-penelitian-hukum.
http://penelitian-hukum.blogspot.com/2010/09/metode-penelitian-hukum.html.
http://rulhome.blog.com/2010/04/11/metode-penelitian-normatif-dengan-penelitian-empiris.
Mu’alim, Amir dan Yusdani. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. Yokyakarta: UII-Press, 2001.
Soekanto, Soerjono. Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi. Jakarta: Remaja Karya,1993.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2005.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Zainuddin. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Tidak ada komentar: